Rabu, 13 Agustus 2008

Totalitas Cinta

Bait-bait ini adalah sebuah kisah tentang totalitas cinta sejati dan hakiki yang terjelma dari sosok insan pilihan yang berhati lembut dan berjiwa penuh kasih sayang
Detik-detik…….
Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertaqwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencinntai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk surga bersama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri deengan pandanngan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua.” Desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhaal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tetapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Assalaamualaikum…., Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah ayahku sedang demam” Kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya” Tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajah putrinya seolah hendak dikenang.
Lalu Rasulpun berucap…….
“Ketahuilah, dialah yang mennghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut” kata Rasulullah. Fatimahpun menahan ledakkan tangisnya.
Kemudian….
Malaikat maut datang menghampiri Rasulullah dengan mimik sedih tiada terkira.

Rasulullah menanyakan kepada Izrail
“Kenapa Jibril tidak ikut menyertai?”
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” tanya Rasulullah deenngan suara amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu wahai sang kekasih Allah” Jawab Jibril.
Namun jawaban Jibril ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
Jibrilpun bertanya kembali
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini ya Rosul?”
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” tanya Rasul kembali
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya “ Kata Jibril
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini” lirih Rasulullah mengaaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu dengan suara tertatih.
“Siapakah yang tega melihat kekasih Allah direnggut ajal” Kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memkik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
Dan beliaupun berucap….
“Ya Allah, dasyat nian maut ini, begitu hebatnya sakaratul maut ini, hingga tak pernah kurasakan sepanjang hidup di dunia ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan Kau timpakan kepada umatku”
Dan…Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendeekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-oramg lemah diantaramu”
Diluar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
Terdengar sayup beliau berucap….”Ummatii, ummatii, ummatiii…” …”Ummatku…ummatku…ummatku”
Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu.
*********
Kehilangan…tentu itu yang dirasakan oleh setiap sahabat pada waktu itu…
Kehilangan orang yang paling mereka sayangi, kehilangan orang yang paling mereka cintai, lebih dari mereka mencintai dirinya sendiri seperti yang selalu Rasul contohkan….
Namun apalah daya….Allah maha adil, Dia selalu mempunyai rencana….
Kepergian Rasul dari dunia fana ini memang untuk selamanya, namun cintanya, kasihnya dan pengorbanannya akan tetap lekat dihati para sahabat….
Dan…semoga apa yang diwariskan Rasul kepada sahabat akan terus meresap ke setiap generasi hingga saat ini…Semoga tetes-tetes cinta itu akan terus mengalir dalam setiap aliran darah ini…hingga kita mampu untuk merindukannya, merindukan dihari akhir nanti untuk berada dibarisannya….merindukan untuk dapat melihatnya dan meresapi aliran cinta Rasul sesungguhnya…..
Semoga …………….

Tidak ada komentar: